Rahmat tersebar luas. Sangat mudah untuk melihat berita utama dan menjadi terobsesi dengan kesulitan hari itu, tetapi dunia didedikasikan untuk merawat orang lain, menjadi sukarelawan dan memberi sedikit imbalan, dan berusaha membantu orang lain, bahkan dengan cara kecil seperti yang dilakukan oleh brand agen judi online maxbet di indonesia yang memberikan bonus secara cuma – cuma kepada member yang daftar di situs tersebut. Konsep zakat seperti yang kita ketahui awalnya berkembang dalam kaitannya dengan lembaga keagamaan dan konsep kesucian moral, namun kini tertanam di seluruh masyarakat. Organisasi amal merupakan bagian yang signifikan dari sektor nirlaba. Kode pajak kami mengizinkan donasi untuk dikurangkan dari pajak. Paparan organisasi yang membutuhkan sumber daya meroket melalui budaya digital dan media massa. Memberi ke GoFundMe atau ajakan bertindak Instagram mudah dilakukan dengan Venmo, jadi mudah untuk berdonasi, membuat filantropi mendarah daging dalam kehidupan kita sehari-hari. Menelusuri berapa banyak yang akan disumbangkan, sumber daya apa yang akan disumbangkan, dan kepada siapa akan disumbangkan bisa sangat melelahkan. Tetapi negosiasi yang rumit ini merupakan bukti sifat jangkauan jauh dari apa artinya merawat orang lain sebagai manusia. Mari kita kembali ke dasar dan melihat lebih dekat apa yang memotivasi kita untuk melakukan filantropi, dan bagaimana pemahaman tentang proses kognitif kita dapat mendorong kita untuk melakukan filantropi.
Membantu Orang Lain Telah Menjadi Kekuatan Evolusioner
Saat kita mempelajari bagaimana kita berevolusi sebagai manusia dan bagaimana spesies pada umumnya berevolusi, kita sering mendengar istilah “survival of the fittest”. Evolusi kita terdiri dari “anjing pemakan anjing” dengan banyak tanggung jawab untuk bertahan hidup pada individu dan kekuatan mereka. Jadi apa yang menyebabkan sifat-sifat seperti altruisme dan kemanusiaan? Mengapa kita berbagi dan peduli tidak hanya dengan orang-orang di sekitar kita, tetapi dengan orang yang bahkan tidak kita kenal?
Ada beberapa hipotesis berbeda tentang bagaimana tren ini muncul. Salah satu mekanisme kerja sama evolusioner yang didalilkan adalah resiprositas. Sebagian besar dari kita akrab dengan pepatah, “Jika Anda menggaruk milik saya, saya akan menggaruk punggung Anda,” atau memberi bantuan dengan harapan mendapatkannya kembali saat Anda membutuhkannya. Kemurahan hati timbal balik juga terlihat pada spesies lain, seperti kelelawar vampir, yang menunjukkan bagaimana berbagi dapat menciptakan manfaat kelangsungan hidup individu dalam jangka panjang. Hipotesis lain seputar pemilihan kerabat, di mana individu yang cenderung merawat kerabat dekat berpotensi mengurangi kebugaran mereka sendiri sambil meningkatkan peluang reproduksi dan kelangsungan hidup orang lain dalam kumpulan gen. Dengan demikian, materi genetik yang mempromosikan perilaku kooperatif kemungkinan besar akan diwariskan.
Memberi Membuat Kita Lebih Bahagia Dan Lebih Sehat
Kami menggunakan sumber daya kami sendiri untuk memberi kepada orang lain, tetapi ada hadiah unik dalam memberi kepada orang lain. Satu studi memberi peserta sejumlah uang dan mengevaluasi reaksi mereka terhadap A) membelanjakan uang untuk diri mereka sendiri dan B) memberikannya kepada orang lain. Para peneliti menemukan bahwa sementara para peserta memperkirakan bahwa mereka akan mendapatkan lebih banyak kesenangan saat membelanjakan uang untuk diri mereka sendiri, mereka justru menunjukkan respons positif yang lebih kuat saat memberikan uang kepada orang lain. Neurokimia kami mendukung klaim ini karena memberi mengaktifkan area kesenangan dan hubungan sosial di otak. Memberi juga memicu lonjakan endorfin yang mirip dengan “runner’s high”, dalam hal ini disebut “helper’s high”. Manfaat kesehatan mental ini memengaruhi kesehatan fisik, mengurangi tingkat stres, dan memberikan manfaat kesehatan yang signifikan bagi lansia dan mereka yang memiliki kondisi kronis.
Kami Memberi Lebih Banyak Ketika Kami Terhubung Secara Emosional
Jadi kami telah menetapkan beberapa elemen mengapa kami memberi dan manfaat memberi, baik dalam pengertian evolusioner maupun dalam pengertian pribadi yang lebih langsung. Tapi apa yang menarik kita ke organisasi tertentu dibandingkan yang lain di zaman ketika kesempatan untuk memberi tampaknya tidak terbatas? Data eksperimental menunjukkan bahwa kita lebih cenderung menanggapi permintaan donasi yang memperkenalkan satu orang yang dapat membantu daripada informasi kuantitatif tentang dampak amal. Fenomena ini juga dikenal sebagai efek korban yang dapat diidentifikasi. Memberi seringkali didorong oleh respons emosional dan koneksi pribadi kita daripada perenungan rasional atas dampak keseluruhan.
Baca Juga : 7 Alasan Mengapa Kita Harus Beramal
Apa Yang Kita Berikan Menginspirasi Orang Lain Untuk Memberi
Sifat-sifat seperti kebaikan dan kemurahan hati didorong oleh orientasi sosial kita yang dalam. Namun, filantropi kami juga sangat dipengaruhi oleh faktor sosial eksternal. Altruisme orang-orang di sekitar kita dapat mendorong kita untuk memberi dan mengubah jumlah waktu atau sumber daya yang ingin kita berikan.